Jari-Jarimu Dihisab | YDSF

Jari-Jarimu Dihisab | YDSF

18 Juni 2020

Semua duduk di ruang tamu. Tak terdengar suara orang bercakap, hanya sesekali terdengar suara tarikan nafas panjang. Atau suara decak. Ayah, Irvan, dan Putri asyik dengan gawainya. Ibu jadi merasa sendirian di ruangan itu.

“Ayah! Put! Van!” seru Ibu meminta perhatian. Ketika semua menoleh, Ibu melanjutkan: “Penyakit yang menimpa masyarakat, ternyata sudah hinggap di keluarga kita ya!”

“Penyakit apa Bunda?!” sambut Putri.

“Ibu sudah satu jam lo di sini, belum ada satu pun yang ngajak Ibu bicara. Kalian sibuk dengan gawaimu. Ayah juga!” kata Ibu dengan nada kesal. Ayah buru-buru menaruh ipadnya seraya segera putar badan menghadap Ibu.

“Maaf Mam, cuma mengomentari postingan teman!” kata Ayah.

“Kalau semua teman dikomentari, butuh waktu berapa jam?!”

Ayah tidak lagi merespon karena tahu Ibu sedang kesal. Langkah Ayah segera diikuti Irvan dan Putri. “Aku cuma kesel karena temanku menyebarkan berita bohong, berisi fitnah lagi. Jadi di samping membantah, kukirim juga fakta sebenarnya. Sekalian memberi dia pelajaran,” ujar Irvan.

“Kan Ayah yang minta kita menutup hampir semua saluran televisi, berhenti berlangganan koran. Alasan Ayah karena media sekarang suka menebar berita bohong!” cetus Ibu.

“Bukan menyebar berita bohong, Bunda! Menurut Ayah, media bersikap tidak adil, tidak jujur,” celetuk Putri.

“Tidak jujur artinya ya berbohong. Wartawan itu kan saksi mata dan telinga masyarakat. Dia harus melaporkan apa yang didengar dan dilihatnya secara apa adanya. Aktivitas kelompok yang tidak seideologi, jangan sengaja disembunyikan, tidak diekspos,” tutur Ibu bersemangat.

“Kode etik wartawan juga melarang wartawan hanya mengambil bahan informasi yang menguntungkan kepentingannya. Prinsipnya, kalau musuhmu berbuat baik, beritakan. Kalau sahabatmu berbuat curang, ya beritakan!” kata Ayah.

“Dalam Al-Qur’an disebutkan, jadilah saksi yang adil, meski terhadap orang-orang yang kita cintai. Janganlah kebencian kita terhadap sesuatu kelompok membuat kita berlaku tidak adil!” kata Putri seraya buru-buru menyambung, “Tapi aku lupa ayatnya!”

Kini semua terdiam. Irvan tanpa disadari mulai membuka kembali telepon pintarnya, tapi urung begitu melihat wajah serius Ibu.

“Kode etiknya wartawan itu sesungguhnya juga berlaku buat semua orang. Tak ada orang yang mau dibohongi. Pembohong saja tak mau dibohongi.”

“Maksud Bundamu, berhati-hatilah menulis, mengkopi paste, menyebarkan berita, foto atau video. Kalau tidak yakin akan kebenarannya, simpan untuk diri sendiri atau hapus!” kata Ayah.

“Selain diawasi polisi, jangan lupa, semua tindakan kita, selalu berada dalam pengawasan malaikat Raqib dan Atid, dan semuanya tercatat untuk kelak diminta pertanggungjawabannya. Dihisab!”

“Kalau begitu pakai nama samaran aja ya!” kelakar Irvan.

 

Sumber Majalah Al Falah Edisi April 2017

 

 

Baca juga:

Tunaikan Qurban Melalui YDSF

FASE NEW NORMAL, HATI-HATI DENGAN OTG | YDSF

Masalah Halal dalam RUU CIPTA KERJA | YDSF

PERSIAPAN DIRI MEMASUKI ERA NEW NORMAL | YDSF

Mengeluarkan Sedekah dari Bunga Bank | YDSF

POLA HIDUP SEHAT TINGKATKAN IMUNITAS TUBUH | YDSF

Konsultasi Zakat di YDSF

Tags:

Share:


Baca Juga

Berbagi Infaq & Sedekah lebih mudah dengan SCAN QRIS Menggunakan Aplikasi berikut: