Zakat Penghasilan Suami-Istri Bekerja | YDSF

Zakat Penghasilan Suami-Istri Bekerja | YDSF

26 Februari 2020

Mengeluarkan zakat bagi kita yang penghasilannya sudah memenuhi nishab dan haul zakat, sudah menjadi sebuah kewajiban. Zakat ini dinamakan zakat penghasilan atau zakat profesi. Dengan biasanya zakat ini dikeluarkan secara pribadi karena sesuai dengan pendapatan masing-masing individu.

Tetapi, dengan berkemangnya zaman dan meluasnya berbagai bidang pekerjaan, tidak sedikit jumlah wanita yang bekerja. Bahkan saat sudah menikah pun, tidak sedikit pula para istri memilih untuk menjalankan dua perannya, sebagai istri (dan ibu bilama telah punya anak) dan menjadi wanita karir.

Bekerja bagi seorang perempuan terutama yang sudah menikah bukanlah sebuah kewajiban. Bekerja bagi seorang istri (dan ibu) bisa menjadi sebuah pilihan. Karena memang ingin meniti karir dan menyalurkan hobi untuk bisa berkarnya. Namun, bahkan juga ada yang harus bekerja karena tuntutan kondisi ekonomi.

Ketika suami dan istri bekerja, maka penghasilan pun dapat digabungkan. Nah, biasanya ketika sudah dalam posisi menikah, tidak sedikit para pasangan berpikir bahwa setiap pengeluaran bisa diatasnamakan berdua. Lalu, bagaimana ya dengan zakat? Apakah bisa zakat diatasnamakan dua orang (suami dan istri) ketika sama-sama bekerja dan penghasilannya digabung?

Zakat Penghasilan Atas Nama Pribadi, Tidak Digabung

Memahami kembali bahwa zakat diwajibkan atas suatu harta dengan syarat-syarat tertentu yang berada dalam kepemilikan seorang muslim atau muslimah. Hal ini merupakan salah satu bentuk pemenuhan kewajiban sebagai seorang muslim. Maka, pada dasarnya dalam pembayaran kewajiban berzakat tersebut merupakan kewajiban masing-masing (pribadi). Tanpa dicampur harta milik orang lain, siapapun dia, bahkan meski itu pasangan (suami-istri) mereka sendiri.

Sehingga untuk mengetahui apakah sudah wajib zakat atau belum, maka yang perlu dihitung dari penghasilan dan kebutuhan pribadi. Meski telah menjadi suami-istri, tetap harus dihitung secara terpisah.

Namun, bila memang susah untuk bisa dhitung, maka kita bisa mengasumsikan dengan menjumlahkan pendapatan suami dan istri, membaginya menjadi dua sama besar kemudia dikurangi dengan kebutuhan yang ditanggung bersama (dan juga sudah dibagi dua).

Berbeda lagi jika pendekatan dilakukan dengan standar normatif syariat Islam, dimana semua kebutuhan rumah tangga menjadi tanggung jawab suami. Maka, penghasilan bersih istri dapat dihitung dengan mengurangi penghasilan dan kebutuhan (hal yang dibeli untuk) istri.

 

Ilustrasi Perhitungan Zakat Penghasilan Suami Istri

Contoh Kasus:

Bu Adi merupakan istri dari Pak Adi. Kedanya bekerja. Penghasilan tetap bu Ani Rp2,7 juta dan Pak Adi Rp3,5 juta per bulan (penghasilan tetap tiap dua bulan ada penghasilan tambahan + Rp5 juta). Sedangkan mereka masih harus menyicil rumah Rp1,5 juta, kendaraan Rp500 ribu, laptop Rp450 ribu setiap bulannya. Dengan pengeuaran sehari-hari dalam sebulan yang kurang lebih Rp2 juta.

1. Berapakah zakat yang harus dikeluarkan?

2. Barang-barang yang masih dalam proses cicilan, apa juga dikenakan zakatnya?

 

Jawaban:

1. Perhitungan Zakat

Menghitung penghasilan dari masing-masing (penghasilan Bu Adi sendiri dan penghasilan Pak Adi sendiri) terlebih dahulu.

Penghasilan kotor Bu Adi:

(Rp2,7 juta x 12 bulan) + (Rp2,5 juta x 6 bulan) =

Rp32,4 juta + Rp15 juta =

Rp47,4 juta

 

Penghasilan kotor Pak Adi

(Rp3,5 juta x 12 bulan) + (Rp2,5 juta x 6 bulan) =

Rp42 juta + Rp15 juta =

Rp57 juta

 

Menghitung pengeluaran tiap bulan:

Kebutuhan sehari-hari: Rp2 juta x 12 bulan = Rp24 juta

Cicilan rumah: Rp1,5 juta x 12 bulan = Rp18 juta

Cicilan kendaraan: Rp500 ribu x 12 bulan = Rp6 juta

Cicilan laptop: Rp450 ribu x 12 bulan = Rp5,4 juta

Total pengeluaran: Rp53,4 juta

 

A. Pendekatan dengan pengeluaran dibagi dua (ditanggung berdua oleh Bu Adi dan Pak Adi): Rp26,7 juta

Jika kita menganggap beban pengeluaran ditanggung berdua maka:

Penghasilan bersih Bu Adi: Rp47,4 juta – Rp26,7 juta = Rp20,7 juta

Penghasilan bersih Pak Adi: Rp57 juta – Rp26,7 juta = Rp30,3 juta

 

Nishab zakat (harga emas per 25 Februari 2020: Rp809 ribu): 85 gram x Rp809 ribu = Rp68,765 juta

Maka, dapat kita ketahui, baik Bu Adi maupun Pak Adi, keduanya masih belum diwajibkan untuk mengeluarkan zakat.

 

B. Pendekatan bila segala kebutuhan ditanggung oleh suami, maka:

Penghasilan bersih Bu Adi: Rp47,4 juta (tetap)

Penghasilan bersih Pak Adi: Rp57 juta – Rp53,4 juta = Rp3,6 juta

Nishab zakat (harga emas per 25 Februari 2020: Rp809 ribu): 85 gram x Rp809 ribu = Rp68,765 juta

Dengan pendekatan yang kedua ini pun juga dapat kita simpulkan bahwa Bu Adi dan Pak Adi masih belum diwajibkan untuk mengeluarkan zakat.

 

2. Barang Cicilan

Barang cicilan tentu jelas tidak dikenakan zakat. Bahkan saat dia sudah lunas pun tidak ada zakat yang dikeluarkan atas barang-barang tersebut, karena mereka digunakan pemenuhan hidup sehari-hari. Bukan sebagai barang investasi.

 

Disadur dari Majalah Al Falah Maret 2010

 

Baca juga:

Zakat Pertanian | YDSF

Panduan Zakat Sedekah Ramadhan | YDSF

PERHITUNGAN ZAKAT RUMAH KONTRAKAN | YDSF

Zakat dalam Islam | YDSF

Perbedaan Zakat Profesi dan Zakat Pertanian | YDSF

HUKUM BAYAR ZAKAT ONLINE DALAM ISLAM

Zakat Sebagai Pengurang Pajak | YDSF

Tags:

Share:


Baca Juga

Berbagi Infaq & Sedekah lebih mudah dengan SCAN QRIS Menggunakan Aplikasi berikut: